PALI, Linksumsel.co.id-Semenjak di hapuskan tanah ulayat menjadi tanah negara sesuai makna pasal 33 ayat 3 amandemen UUD 1945 maka masyarakat sulit untuk melawan konglomerasi yang mendapat Hak menguasai tanah berupa HGU ataupun kepemilikan tanah secara luas oleh konglomerasi. Salah satu contoh kongkrit adalah penguasaan lahan tambang minerba oleh kapitalism dan infrastruktur penunjangnya.
Gubernur Sumsel menerbitkan Perda larangan truk batubara melintas di jalan umum karena angkutan batubara sangat mengganggu hampir 100% transportasi Provinsi Sumatera Selatan. Namun Perda ini tidak digubris oleh transportir angkutan batubara di Kabupaten PALI .
Angkutan batubara ini sangat – sangat menggangu masyarakat yang di lintasi truk batubara ini. Keselamatan jiwa manusia terancam, sarana transportasi yang rusak dan waktu tempuh yang panjang termasuk kebisingan dan dampak lainnya.
Puluhan truk batubara saat menjelang magrib dan malam hari melintas di Jalan Provinsi, jalan Kabupaten untuk menuju stock file di dermaga perairan Sungai Musi Desa Prambatan, Kecamatan Abab, Kabupaten PALI.
Rute batubara ini melintas ditengah padat permukiman penduduk, dari tambang batubara di Desa Tais, Kecamatan Talang Ubi, PALI, Simpang Raja, Karta Dewa/Jerambah Besi, Sinar Dewa dan Panta Dewa/Dewa Sebane selanjut jalan PT Energi Prima Indonesia (EPI) dan menuju stock file.
Dinas Perhubungan Kabupaten PALI seakan tak berdaya melarang angkutan batubara ini karena wewenang Dishub Sumsel terkait jalan Provinsi.
Menyikapi derita masyarakat Pali ini, Deputy K MAKI angkat bicara, “memang nasib rakyat kecil harus begitu menerima dengan pasrah serta tak berdaya”, ucap Feri Kurniawan dengan tertawa.
“Perda larangan truck batubara melintas di jalan Provinsi ataupun jalan negara sebagai bentuk janji kampanye Gubernur tak dianggap oleh para pengusaha tambang”, jelas Feri Kurniawan.
“Entah di diamkan saja atau memang melanggar aturan hanya Pemprov dan PT EPI yang tahu”, kata Feri Kurniawan.
“Sejak amandemen UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menghapus status tanah ulayat menjadi tanah negara, masyarakat tak bisa lagi menuntut haknya”, papar Feri Kurniawan.
“Masyarakat hanya berharap kepada Pemerintah semata, memikirkan kantong kapitalis ataukah memikirkan nasib mereka yang sudah merana sejak dahulu kala”, pungkas Feri Kurniawan. [¥]
Komentar