Palembang, Linksumsel.co.id-Video viral arogansi Humas PT. Bureau Geophysical Prospektif (PT.BGP) harus menjadi perhatian serius Pemerintah Republik Indonesia karena menyangkut dugaan pelanggaran HAM berat. Peledakan menggunakan high explosive untuk pekerjaan seismik PT. Pertamina dikerjakan rekanan PT. Bureau Geophysical Prospecting (PT.BGP) di Kabupaten Pali, Muara Enim dan Kota Prabumulih menuai kontra.
Kompensasi yang di berikan terkait dampak ledakan High Explosive tersebut berdasarkan aturan perusahaan dan kesepakatan dengan masyarakat ulayat (pribumi) Penukal Abab Lematang Ilir tidak dipatuhi PT GBP.
“Surat kesepakatannya ada, dan ditandatangani langsung oleh Humas BGP bernama Jumadi,” ujar warga. Namun terkesan PT BGP selalu mengulur-ulur waktu dan tidak konsisten dalam menepati janji yang sudah disepakati.
“Kita sudah sering menanyakan hal ini dengan pihak PT BGP, namun mereka selalu menjawab berbelat belit dan bertele tele sehingga kami merasa selama ini kami hanya diberi janji-janji saja,” ujar sumber itu.
Pekerjaan topografi, rintisan, bentang kabel, peledakan/blasting dan perekaman/recording dilakukan oleh PT GBP berdampak kepada kerusakan ringan dan berat rumah masyarakat dan pasilitas umum. Namun PT BGP terkesan hanya memberikan keterangan saja melalui humas dan terkesan tanpa pernah menyentuh subtansi ganti rugi.
Menyikapi arogansi PT BGP dan ketidak pedulian PT Pertamina terkait kerugian moril dan materil masyarakat ulayat Penukal Abab Lematang Ilir, K MAKI angkat bicara,
“terkesan PT GBP dan Pertamina penguasa tanah ulayat masyarakat PALI dan menganggap masyarakat PALI hanya pengemis yang minta remah – remah roti pada bisnis oriented mereka yang bernilai trilyunan rupiah”, papar Feri Kurniawan.
“PT GBP dan Pertamina seakan lebih berkuasa dari Pemkab Pali selaku perwakilan Pemerintah pusat dan juga penguasa wilayah tanah, air dan udara Kabupaten Pali”, jelas Feri Kurniawan.
“Dan inilah salah satu produk gagal Reformasi yakni memberikan kekuasaan pada Pemerintah Daerah untuk melihat tanpa kekuasaan bertindak”, kata Feri Kurniawan.
“Pelanggaran HAM berat dan tidak mengakui hak ulayat serta melecehkan pemerintahan lokal terjadi karena produk undang – undang yang belum mengakomodir hak masyarakat ulayat dan karena amandemen pasal 33 undang – undang dasar 1945 yang terkesan mengeleminir hak masyarakat ulayat menjadikan semuanya hak negara”, pungkas Feri Kurniawan. [&]
Komentar